Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Akuisisi MT : Prinsip Dasar Pengukuran dan Sensor

Akusisi data Magnetotellurik (MT) bertujuan untuk merekam variasi medan magnet dan medan listrik alami bumi terhadap waktu. Kedua medan tersebut direkam pada selang waktu tertentu. Anggaplah pengukuran diatur agar merekam data setiap 1 detik, maka setiap satu detik akan ada data yang direkam dengan amplitudo tertentu.

Lama pengukuran data disesuaikan dengan rentang frekuensi data yang diinginkan dan kualitas data. Data dengan frekuensi tinggi dapat direkam pada rentang waktu yang pendek, sedangkan data dengan frekuensi rendah (jarang muncul) membutuhkan waktu yang lebih lama. Misal data dengan frekuensi 0.001 Hz akan muncul setiap 1000 detik sekali. Semakin banyak data yang diambil akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Contohnya, untuk merekam 100 data dengan frekuensi 0.001 Hz dibutuhkan waktu 100.000 detik (27, 7 jam). Data yang banyak sangat membantu pada bagian data processing sehingga semakin banyak data semakin mempermudah data processing (akan dibahas pada kesempatan lain).

Secara umum, terdapat 3 komponen atau peralatan utama yang digunakan dalam akuisisi data MT, yaitu main unit, coil, dan porous pot. Main unit berfungsi untuk mengontrol akuisi. Coil berfungsi untuk merekam medan magnet. Porous pot berfungsi untuk merekam medan listrik. Pada pembahasan kali ini saya akan menggunakan ilustrasi alat MT Phoenix, yang gambar-gambarnya dapat diperoleh dari web.

Main unit berfungsi untuk mengontrol proses akuisisi data. Alat tersebut digunakan untuk mengatur berbagai parameter akuisisi, seperti waktu sampling, lama akuisisi, dan nama stasiun pengukuran. Kualitas data juga dapat sedikit ditingkatkan disini. Biasanya, terdapat fitur gain yang berfungsi untuk meningkatkan amplitudo sinyal yang masuk, dan filter untuk menyaring data dengan kulaitas buruk. Data yang direkam oleh sensor (coil dan porous pot) disimpan dalam memori main unit.

Gambar 1. Ilustrasi Main Unit
Coil berfungsi untuk merekam (sensor) medan magnet. Secara sederhana, coil menggunakan prinsip induksi, yang kita dapat pada pelajaran fisika dasar. Arus listrik (ggl) akan muncul ketika kumparan dipaparkan (diinduksi) dengan medan magnet yang berubah-ubah. Pada gambar 2 dapat dilihat diagram sederhana yang menjelaskan prinsip induksi. Ketika magnet kita dekatkan kemudian dijauhkan secara berulang-ulang, maka galvanometer akan bergerak, menunjukkan kalau ada arus listrik yang mengalir pada kumparan.

Gambar 2. Percobaan Induksi Magnet
Coil MT memiliki prinsip yang sama dengan percobaan di atas. Coil MT terdiri dari lilitan-lilitan tembaga. Ketika coil berinteraksi dengan medan magnet bumi, maka akan muncul arus listrik pada lilitannya. Arus tersebut yang nantinya direkam oleh main unit dan diterjemahkan kembali sebagai medan magnet. Karena medan magnet bumi memiliki amplitudo yang sangat kecil, maka arus yang dihasilkan oleh lilitan tembaga pun sangat kecil dan sulit direkam oleh main unit. Untuk meningkatkan arus yang muncul, maka tembaga coil dililitkan pada material yang memiliki suseptibilitas yang tinggi. Material tersebut meningkatkan sensitivitas coil, sehingga coil mampu merekam medan magnet bumi yang notabennya memiliki amplitudo yang sangat kecil. Jadi, secara umum coil MT terdiri dari tembaga yang dililitkan pada material yang memiliki suseptibilitas tinggi. Kombinasi tersebut kemudian dibalut dengan material pelindung sehingga meningkatkan daya tahan coil dan memudahkan pemindahannya (Simpson & Bahr, 2005).

Gambar 3. Ilustrasi Coil
Porous pot berfungsi untuk sebagai sensor medan listrik bumi. Medan listrik bumi tidak dapat diukur secara langsung. Untuk mendapatkan medan listrik bumi, data yang perlu diukur adalah beda potensial diantara 2 titik. Beda potensial kemudian dibagi dengan jarak kedua titik tersebut hingga diperoleh besar medan listrik, atau secara matematis dapat ditulis sebagai :


Dimana E adalah medan listrik, V bedan potensial, dan d adalah jarak antara 2 titik yang diukur.

Mengukur beda potensial bumi tidak jauh beda dengan mengukur beda potensial batre. Untuk kasus batre, tempel elektroda voltmeter pada kutub-kutubnya dan akan muncul nilai beda potensialnya pada voltmeter. Untuk mengukur medan listrik bumi, harus diukur 2 titik dengan antara 50 – 100 m, tergantung kuat sinyal, spesifikasi alat, dan kondisi topografi. Karena MT membutuhkan waktu pengukuran yang cukup lama, maka elektrode besi biasa tidak dapat digunakan, sehingga harus digunakan porous pot.

Gambar 4. Ilustrasi Porous Pot (Simpson & Bahr, 2005)
Porous pot digunakan untuk mengurangi efek magnetisasi pada elektroda. Elektroda (misal besi) yang terlalu lama akan termagnetisasi atau menjadi magnet. Fenomena tersebut mirip dengan percobaan electromagnet yang ada pada sekolah dasar. Elektroda yang termagnetisasi tidak dapat dialiri arus listrik dengan baik, sehingga elektrode tidak lagi sensitif terhadap beda potensial. Untuk menanggulanginya, porous pot menggunakan sebuah elektrode (misal Ag) yang direndam pada larutan garamnya (Misal AgCl). Pada bagian bawah porous pot terdapat lapisan keramik yang permeabel (Simpson & Bahr, 2005). Larutan garam AgCl meminimalisasi magnetisasi pada elektroda Ag. Ion-ion Ag+ mengimbangi electron (e-) di sekitar elektroda. Ketika jumlah ion positif dan negatif seimbang, sifat kemagnetan tidak akan muncul. Ion-ion Cl-  yang tidak berpasangan kemudian akan mengalir ke tanah melalui lapisan permeabel porous pot untuk menjaga keseimbangan ion di dalamnya. Karena itu, larutan garam di dalam porous pot harus diganti dalam kurun waktu tertentu.



Referensi :

Simpson, F. and Bahr, K. (2005). Practical Magnetotellurics

Posting Komentar untuk "Akuisisi MT : Prinsip Dasar Pengukuran dan Sensor"